Kamis, 26 Desember 2013

Maaf dari Sang Pencela

Maafkan aku yang egois menilaimu tanpa mengenalmu terlebih dahulu..
       Maafkan aku yang bicara di belakangmu tanpa tahu kebenaranmu..
    Maafkan aku yang sering mencelamu tanpa ingat kebaikanmu..”


Kaca yang telah pecah tidak akan utuh ketika disatukan kembali, bukan? Apa bedanya dengan perkataan yang menyinggung hati seseorang? Tidak ada. Ketika kata “maaf” mungkin bisa menyembuhkan, kenapa mulut ini masih enggan mengatakannya? Apakah raga ini sudah merasa sempurna?

Aku sering membicarakan seseorang.. menjadikannya bahan lelucon dan gosip yang belum tentu kebenarannya. Mereka..orang yang sebenarnya belum begitu kukenal, yang bisa jadi jauh lebih baik dariku.

Aku sadar aku hanya sang pencela yang hanya berani bicara di belakangnya, menertawainya. Aku tidak ingin mengotori hatiku dengan membicarakan orang lain. Kini, setelah aku paham bahwa kebahagiaan adalah bersikap yang sewajarnya, dan membuang semua kotoran di dalam hati, aku ingin apapun yang keluar dari mulut ini adalah perkataan yang baik, bukan celaan. Ku rasa aku tak berhak meminta lebih darimu ketika maafmu saja sudah lebih dari cukup bagiku. 
Untukmu, maafkan aku dan perkataanku yang pernah menyakitimu :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar