Jumat, 13 Desember 2013

Persahabatan Kita: Dulu, Hari Ini dan Seterusnya

“Jangan berjalan di depanku, aku mungkin tak mampu mengikutimu. Jangan berjalan di belakangku, aku mungkin tak sanggup memimpinmu. Berjalanlah di sampingku dan jadilah sahabatku selamanya”.


Pagi ini Sabtu pukul 06.00, tampaknya Rachel sudah bersiap untuk menunjukkan suara lantangnya pada dunia. Gadis 19 tahun ini adalah calon musisi muda dengan segala talenta yang dimilikinya. Ia tinggal di kompleks perumahan dekat kampusnya, Institut Musik Indonesia. Satu kompleks yang sama dengan sahabat karibnya, Hanifa. Persahabatan dari semenjak kecil, SD sampai kuliah mereka satu sekolah. Hampir setiap orang menyangka bahwa mereka saudara. Merekapun selalu berpikir mengapa mereka tidak ditakdirkan sebagai saudara saja?
***
“Hei fa, ngapain kamu bengong di situ? Kamu gak lagi kesambet kan?” Rachel menghampiri Hanifah yang sedang duduk di teras rumahnya. “Kamu ini ya.. datang dan mengagetkanku saja, suaramu itu merdu, tapi merdu lagi kalo diem. hahahaha”. Tawa keduanyapun pecah. Hanya untuk mengobrol hal yang sepele-pun mereka lakukan tanpa sadar sampai menjelang siang. “Fa, aku mau ke studio ayahku.. katanya ayah mau mengenalkanku pada pemain gitar yang bisa membantu pentas soloku. Kamu ikut yuk.” Saking semangatnya, Rachel sampai berdiri dari tempat duduknya. “Aku ingin chel, tapi aku sudah berjanji untuk membantu ibuku sore ini..”. Sepertinya Rachel harus pergi sendiri ke studio sore ini.

Sampai di studio
“Selamat pagi Mas.. saya Rachel. Mas yang...? “Selamat pagi, saya Raka.. Iya saya yang biasanya ngiringi orang nyanyi itu” sambil melempar senyuman, suaranya yang renyah dan terdengar ramah, begitu pula penampilannya yang cool nampaknya membuat Rachel bersemangat hari ini. “Saya harus manggilnya apa ini?” tanya Rachel malu-malu. “Panggil saja Raka, biar akrab..” Mereka baru saja kenal, namun Rachel merasa sudah lama mengenalnya. Hari ini dirasa cukup. Mengobrol dan perkenalan, Rachelpun memutuskan untuk pulang.
***
Minggu pukul 05.00, biasanya setiap Minggu pagi Rachel dan Hanifa pergi untuk berjalan santai berkeliling kompleks. “Fa, aku mau cerita sesuatu nih...” tidak seperti biasa, layaknya orang jatuh cinta, mata Rachel berbinar-binar. Sinyal ini ditangkap oleh sahabatnya. “Kamu tumben sok malu-malu gitu, biasanya cerita ya cerita aja..” Hanifa menggoda Rachel yang memang tampak malu-malu. “Kamu tau kan, kemarin aku ketemu sama pemain gitar itu.. dia keren! Suaranya apalagi, walaupun aku belum denger dia nyanyi tapi kayanya aku bakalan jadi fans pertamanya kalo dia jadi penyanyi”. Hanifa masih setia mendengarkan cerita Rachel yang sangat antuias ini. “Tau gak fa, dia itu penampilannya gak kayak musisi yang acakadul, dia raaapiiii banget”. Tanpa sadar mereka telah mengitari kompleks sebanyak tiga putaran. “Chel, kamu lagi jatuh cinta ya??” nada suara pelan dilontarkan Hanifa. “Entahlah..aku tidak mau tergesa-gesa. Lagian sahabatku sendiri belum melihatnya, aku ingin tau pendapatmu dulu. Hehe” cengeges Rachel.
“Aku senang kok kalau kamu bahagia, aku pasti mendukung jika dia memang tepat untukmu...” pernyataan sahabatnya ini sangat menentramkan hati Rachel saat itu.
***
Mata kuliah hari ini begitu menguras tenaga, sebelum pulang dua sahabat ini pergi ke kedai es krim dekat kampusnya. “Gimana chel, perkembanganmu sama si itu, emm siapa sih namanya?” “Raka, fa.. kemaren aku baru dari studionya buat latihan. Kita foto bareng lho..” sambil membuka galeri dan memamerkan fotonya pada Hanifa. Hanifa terdiam sejenak, beberapa saat tapi itu lama. Tiba-tiba Ia lari ke kamar mandi.  Tanpa berselang lama Rachel berlari menyusulnya.
“Chel, dia bukan Raka tapi Galang. Dia laki-laki yang hadir di hidupku setahunan lalu, dia juga yang meninggalkanku tanpa kabar dan entah kemana”. suara hanifa pun mulai lirih. “Hah, Gilang yang kamu ceritain? Tapi mana mungkin Fa! Dia baik dan sopan, mana mungkin Raka dan Gilang adalah orang yang sama. Aku tidak bisa percaya!” Rachel tidak pernah bisa marah dengan sahabatnya, namun sepertinya ia tidak bisa menerima kenyataan ini. Rachel pergi meninggalkan Hanifa.
***
“Aku senang kok kalau kamu bahagia, aku pasti mendukung jika dia memang tepat untukmu...”. kata-kata ini yang selalu berputar di kepala Rachel. Sudah dua hari ini dia tidak bertemu Hanifa, hari-harinya jadi sepi tanpa celotehan dan ejekan yang biasa mereka lakukan. Hal ini jelas membuat Ia tidak fokus pada pentas solonya.

Tepat di tanggal 30, sore ini pementasan kampus akan dimulai. “Chel, nanti sore pementasan. Mungkin yang kemaren itu salahku. Kamu tetap sahabatku walau sekesal apapun kamu padaku saat ini. Aku hanya ingin bilang, dukunganku untukmu selalu. Semoga kamu berhasil”. Begini pesan yang dikirim Hanifa via sms.

Di hall basket, pukul 15.00. Rachel bergegas, ia tidak ingin melewatkan penampilan sahabatnya juga. Ia beruntung, mungkin ini yang namanya kekutan batin. Hanifa tepat sedang mempersiapkan penampilannya. Lagupun dimainkan...

”Dulu kita sahabat
Berteman bagai ulat
Berharap jadi kupu-kupu”

“Kini kita melangkah berjauh-jauhan
Kau jauhi diriku karna sesuatu
Mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
Namun itu karna ku sayang”

///terdengar suara tidak asing, suara yang merdu dari Rachel yang menyahut suaranya///

“Semua yang berlalu
Biarkanlah berlalu
Seperti hangatnya mentari

Dulu kita melangkah berjauh-jauhan
Kau jauhi diriku karna sesuatu
Mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
Namun itu karna ku sayang”

“Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu”

Hanifa kaget, namun ia bahagia karena bisa tampil dengan sahabatnya. Mereka pun bernyanyi bersama hingga lagu selesai.

Musik berhenti. Lagu telah selesai, namun satu hal yang mereka sadari bahwa persahabatan mereka baru saja dimulai kembali. Persahabatan mereka dulu, hari ini dan seterusnya  tidak akan ada yang berubah. Dari masalah ini mereka banyak belajar makna persahabatan; belajar saling menghargai berbagai perbedaan. Sepeti halnya mereka melalui masa sulit menjadi ulat, bersabar saat menjadi kepompong dan begitu indah ketika menjadi kupu-kupu. Karena “Jika kamu tak tahan dengan jijiknya ulat, maka kamu seharusnya tak berhak melihat indahnya kupu-kupu”

“Maaf ya Fa, aku meragukanmu. Kamu selalu percaya dan mendukungku seperti saudaraku sendiri. Tapi aku justru tidak percaya sama kamu”. Rachel mengatur nafasnya. “Aku juga salah, mungkin aku terlalu tergesa-gesa memberitahumu dan mengacaukan perasaanmu padanya”.  “Ah..sudahlah masa gara-gara orang yang baru saja kukenal, aku tega merusak persahabatan yang sudah bertahun-tahun ini...” tawa mereka akhirnya memecah keheningan yang terjadi selama dua harian ini.

THE END

“Sahabat adalah seseorang yang mengenal lagu dalam hatimu dan dapat menyanyikannya kembali untukmu saat kau lupa kata-katanya” – Anonim.


Thanks to my best friends. OST by Sindentosca: Kepompong. Thanks so much!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar