“Jangan berjalan di depanku, aku mungkin tak mampu mengikutimu. Jangan berjalan di belakangku, aku mungkin tak sanggup memimpinmu. Berjalanlah di sampingku dan jadilah sahabatku selamanya”.
Pagi
ini Sabtu pukul 06.00, tampaknya Rachel sudah bersiap untuk menunjukkan suara
lantangnya pada dunia. Gadis 19 tahun ini adalah calon musisi muda dengan
segala talenta yang dimilikinya. Ia tinggal di kompleks perumahan dekat
kampusnya, Institut Musik Indonesia. Satu kompleks yang sama dengan sahabat
karibnya, Hanifa. Persahabatan dari semenjak kecil, SD sampai kuliah mereka
satu sekolah. Hampir setiap orang menyangka bahwa mereka saudara. Merekapun selalu
berpikir mengapa mereka tidak ditakdirkan sebagai saudara saja?
***
“Hei fa, ngapain kamu bengong di situ? Kamu
gak lagi kesambet kan?” Rachel menghampiri Hanifah yang sedang duduk di teras
rumahnya. “Kamu ini ya.. datang dan mengagetkanku saja, suaramu itu merdu, tapi
merdu lagi kalo diem. hahahaha”. Tawa keduanyapun pecah. Hanya untuk mengobrol hal
yang sepele-pun mereka lakukan tanpa sadar sampai menjelang siang. “Fa, aku mau
ke studio ayahku.. katanya ayah mau mengenalkanku pada pemain gitar yang bisa
membantu pentas soloku. Kamu ikut yuk.” Saking semangatnya, Rachel sampai
berdiri dari tempat duduknya. “Aku ingin chel, tapi aku sudah berjanji untuk
membantu ibuku sore ini..”. Sepertinya Rachel harus pergi sendiri ke studio sore
ini.
“Selamat pagi Mas.. saya Rachel. Mas yang...? “Selamat
pagi, saya Raka.. Iya saya yang biasanya ngiringi orang nyanyi itu” sambil
melempar senyuman, suaranya yang renyah dan terdengar ramah, begitu pula
penampilannya yang cool nampaknya membuat Rachel bersemangat hari ini. “Saya
harus manggilnya apa ini?” tanya Rachel malu-malu. “Panggil saja Raka, biar
akrab..” Mereka baru saja kenal, namun Rachel merasa sudah lama mengenalnya. Hari
ini dirasa cukup. Mengobrol dan perkenalan, Rachelpun memutuskan untuk pulang.
***
Minggu pukul 05.00, biasanya setiap Minggu
pagi Rachel dan Hanifa pergi untuk berjalan santai berkeliling kompleks. “Fa,
aku mau cerita sesuatu nih...” tidak seperti biasa, layaknya orang jatuh cinta,
mata Rachel berbinar-binar. Sinyal ini ditangkap oleh sahabatnya. “Kamu tumben
sok malu-malu gitu, biasanya cerita ya cerita aja..” Hanifa menggoda Rachel
yang memang tampak malu-malu. “Kamu tau kan, kemarin aku ketemu sama pemain
gitar itu.. dia keren! Suaranya apalagi, walaupun aku belum denger dia nyanyi
tapi kayanya aku bakalan jadi fans pertamanya kalo dia jadi penyanyi”. Hanifa
masih setia mendengarkan cerita Rachel yang sangat antuias ini. “Tau gak fa,
dia itu penampilannya gak kayak musisi yang acakadul, dia raaapiiii banget”. Tanpa
sadar mereka telah mengitari kompleks sebanyak tiga putaran. “Chel, kamu lagi
jatuh cinta ya??” nada suara pelan dilontarkan Hanifa. “Entahlah..aku tidak mau
tergesa-gesa. Lagian sahabatku sendiri belum melihatnya, aku ingin tau pendapatmu
dulu. Hehe” cengeges Rachel.
“Aku
senang kok kalau kamu bahagia, aku pasti mendukung jika dia memang tepat
untukmu...” pernyataan sahabatnya ini sangat menentramkan hati Rachel saat itu.
***
Mata kuliah hari ini begitu menguras tenaga,
sebelum pulang dua sahabat ini pergi ke kedai es krim dekat kampusnya. “Gimana
chel, perkembanganmu sama si itu, emm siapa sih namanya?” “Raka, fa.. kemaren
aku baru dari studionya buat latihan. Kita foto bareng lho..” sambil membuka
galeri dan memamerkan fotonya pada Hanifa. Hanifa terdiam sejenak, beberapa
saat tapi itu lama. Tiba-tiba Ia lari ke kamar mandi. Tanpa berselang lama Rachel berlari
menyusulnya.
“Chel, dia bukan Raka tapi Galang. Dia
laki-laki yang hadir di hidupku setahunan lalu, dia juga yang meninggalkanku
tanpa kabar dan entah kemana”. suara hanifa pun mulai lirih. “Hah, Gilang yang
kamu ceritain? Tapi mana mungkin Fa! Dia baik dan sopan, mana mungkin Raka dan
Gilang adalah orang yang sama. Aku tidak bisa percaya!” Rachel tidak pernah
bisa marah dengan sahabatnya, namun sepertinya ia tidak bisa menerima kenyataan
ini. Rachel pergi meninggalkan Hanifa.
***
“Aku
senang kok kalau kamu bahagia, aku pasti mendukung jika dia memang tepat
untukmu...”. kata-kata ini yang selalu berputar di kepala Rachel. Sudah dua
hari ini dia tidak bertemu Hanifa, hari-harinya jadi sepi tanpa celotehan dan
ejekan yang biasa mereka lakukan. Hal ini jelas membuat Ia tidak fokus pada
pentas solonya.
Tepat di tanggal 30, sore ini pementasan
kampus akan dimulai. “Chel, nanti sore pementasan. Mungkin yang kemaren itu
salahku. Kamu tetap sahabatku walau sekesal apapun kamu padaku saat ini. Aku hanya
ingin bilang, dukunganku untukmu selalu. Semoga kamu berhasil”. Begini pesan
yang dikirim Hanifa via sms.
Di hall basket, pukul 15.00. Rachel bergegas,
ia tidak ingin melewatkan penampilan sahabatnya juga. Ia beruntung, mungkin ini
yang namanya kekutan batin. Hanifa tepat sedang mempersiapkan penampilannya. Lagupun
dimainkan...
”Dulu kita sahabat
Berteman bagai ulat
Berharap jadi kupu-kupu”
“Kini kita melangkah berjauh-jauhan
Kau jauhi diriku karna sesuatu
Mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
Namun itu karna ku sayang”
///terdengar suara tidak asing, suara yang
merdu dari Rachel yang menyahut suaranya///
“Semua yang berlalu
Biarkanlah berlalu
Seperti hangatnya mentari
Dulu kita melangkah berjauh-jauhan
Kau jauhi diriku karna sesuatu
Mungkin ku terlalu bertindak kejauhan
Namun itu karna ku sayang”
“Persahabatan bagai kepompong
Mengubah ulat menjadi kupu-kupu”
Hanifa kaget, namun ia bahagia karena bisa
tampil dengan sahabatnya. Mereka pun bernyanyi bersama hingga lagu selesai.
Musik
berhenti. Lagu telah selesai, namun satu hal yang mereka sadari bahwa
persahabatan mereka baru saja dimulai kembali. Persahabatan mereka dulu, hari
ini dan seterusnya tidak akan ada yang
berubah. Dari masalah ini mereka banyak belajar makna persahabatan; belajar saling
menghargai berbagai perbedaan. Sepeti halnya mereka melalui masa sulit menjadi
ulat, bersabar saat menjadi kepompong dan begitu indah ketika menjadi kupu-kupu.
Karena “Jika kamu tak tahan dengan jijiknya ulat, maka kamu seharusnya tak
berhak melihat indahnya kupu-kupu”
“Maaf
ya Fa, aku meragukanmu. Kamu selalu percaya dan mendukungku seperti saudaraku
sendiri. Tapi aku justru tidak percaya sama kamu”. Rachel mengatur nafasnya. “Aku
juga salah, mungkin aku terlalu tergesa-gesa memberitahumu dan mengacaukan
perasaanmu padanya”. “Ah..sudahlah masa
gara-gara orang yang baru saja kukenal, aku tega merusak persahabatan yang
sudah bertahun-tahun ini...” tawa mereka akhirnya memecah keheningan yang
terjadi selama dua harian ini.
THE END
“Sahabat
adalah seseorang yang mengenal lagu dalam hatimu dan dapat menyanyikannya
kembali untukmu saat kau lupa kata-katanya” – Anonim.
Thanks
to my best friends. OST by Sindentosca: Kepompong. Thanks so much!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar