Minggu, 09 Agustus 2015

Bab yang Terlewatkan


Ijinkan aku berdamai dengan waktu, dan tetap mencintaimu dengan caraku.

Kisahku dengan Andrea telah usai. Ia pergi dengan menorehkan nama di daftar penyesalanku. Kini aku kembali dengan asa yang baru. Seseorang yang awalnya tak menjadi prioritasku. Seseorang yang mendatangiku dengan sapa, kemudian pergi dengan tanya.

***
Pagi ini fajar menyapa dengan riang sampai mata Dewangga terbuka lebar, membuatnya beranjak pergi meninggalkan tempat tidur setelah merapikannya. Seperti penyesalan pada umumnya, Dewangga tak ingin melakukannya lagi. Paling tidak untuk kali ini.

Magelang, 06.40

“Bu, hari ini aku mau ke Jogja ya” ujar Dewangga masih dengan sarapan yang ada di mejanya. “Ya, hati-hati. Selesaikan dulu sarapanmu” ucap Ibunya lirih. Hari ini Dewangga memiliki janji dengan seseorang. Tentu bukan Andrea orangnya. Namun siapa orang yang membuat Dewangga bangun dari tidur paginya, membuatnya bergegas sarapan dan ingin segera sampai di tempat tujuan?
Sepanjang perjalanan pikirannya dipenuhi tanya, perasaannya diliputi sesal. “Seandainya aku tahu dari awal” gumamnya. Bisa-bisanya Dewangga merasa sepi di tengah perjalanan Magelang - Jogja yang padat merayap.

Stasiun Tugu, 07.20

Dewangga memarkirkan motornya dan berlari masuk ke dalam ruang tunggu penumpang. Tanpa melihat dulu ponselnya, Ia mencari sosok yang ingin ditemuinya. Panik, satu hal yang bisa dilakukan Dewangga setelah Ia tahu 40 menit lagi kereta akan berangkat. “Cari siapa mas?” ucap lirih seorang gadis membawa dua buah tas besar, membuat Dewangga akhirnya menoleh di sela kepanikannya. “Rima!! Aku kira kamu sudah di dalam, menunggu kereta yang akan membawamu” ujar Dewangga terengah-engah. “Aku baru saja datang kok, 20 menit lagi masuk” ditaruhnya dua tas besar yang daritadi dibawanya. Keduanya duduk di barisan ruang tunggu penumpang. Badan rasanya lelah, namun tidak selelah hati mereka.

“Makasih ya mas..” Rima mengecilkan suaranya, matanya yang indah mengarah lurus ke depan tanpa menoleh ke arah Dewangga. “Untuk apa?” sahut Dewangga dengan ragu. Pikirnya, Ia tak pernah memberikan apapun selain kekecewaan. “Telah memenuhi janjimu untuk mengantarku, maaf merepotkan..” Rima tersenyum, tidak membuat teduh namun rasa bersalah yang hinggap di hati Dewangga. “Aku pernah merasakan kecewa, pernah sangat mencintai, dan pernah sangat ingin melupakan. Dan dari semua yang aku pelajari, kita tidak pernah bisa memaksakan sesuatu jika tak direstui waktu” ujar Dewangga melihat Rima yang duduk di sebelahnya.

Loving can hurt, loving can hurt sometimes
But it’s the only thing that I know
We keep this love in a photograph
We made these memories for ourselves

“Dalam hitungan menit aku akan meninggalkan kota ini, entah untuk sehari...sebulan...setahun...atau selama-lamanya” ujar gadis ini sedikit terisak. Keduanya terdiam, waktu seakan berhenti sepersekian detik, kaki rasanya lemas tak berdaya. Sampai suara panggilan untuk penumpang terdengar seolah membangunkan mereka yang terlanjur hanyut dalam lamunan masing-masing. “Rima, sebelum kau pergi aku ingin mengatakan sesuatu. Hal yang mungkin tak ingin kamu dengar sekarang. Aku tau kau akan pergi, dan perkataanku ini tak bermaksud untuk memberatkanmu. Aku hanya ingin kamu tau jika hatiku mencintaimu tanpa paksaan. Karenanya aku tak akan memaksanya untuk melupakanmu. Biarkan Ia melakukannya karena memang sudah saatnya. Ijinkan aku berdamai dengan waktu, dan tetap mencintaimu dengan caraku. Rima...maafkan aku yang telah melewatkanmu..”

Jika berulang kembali
Kau tak akan terlewati
Segenap hati kucari
Di mana kau berada

Mungkin salahku melewatkanmu
Tak mencarimu sepenuh hati
Maafkan aku..

Rima beranjak dari tempat duduknya, tangannya meraih tas pertama yang akan Ia bawa. Dewangga juga ikut berdiri ingin membantu. Rima menghela nafas panjang dan mengangkat wajahnya ke arah lelaki ini, sepertinya ada yang ingin Ia katakan. “Kau tahu? Jauh sebelum ini, aku telah belajar sesuatu. Belajar untuk menyembuhkan luka dengan melupakan perasaanku padamu. Maafkan aku yang menyerah dengan waktu...karena yang kutahu, menunggu tak pernah seasik itu” ujar Rima sambil beranjak meninggalkan tempatnya berdiri. Dewangga hanya bisa tersenyum haru melepas kepergian gadis itu. Sepertinya ia menahan sesuatu...sekali tangannya mengusap di sela-sela mata yang tertutup oleh kacamata yang dipakainya.

“Hal yang ku mengerti sekarang, aku melakukan hal bodoh dengan membiarkannya mengisi daftar penyesalanku. Melewatkannya menjadi hal yang mengajariku banyak hal. Setidaknya lensa yang selalu kubawa tak pernah terlewat untuk mengabadikannya” – Dewangga.

***
Cerpen ini merupakan serial kampret gift untuk Ondi Listyantoko yang telah menyelesaikan kuliahnya dengan selamat, sentosa, dan mengantarkan ke gerbang selanjutnya. Semoga menjadi calon guru yang bebas tikung, dan menjadi teladan untuk murid-muridnya kelak! Chaiyoooo Pak Tondo!! Semoga cepat LULUS dari hatinya!! :P Thanks to Elga Maulina Putri yang bersedia menumpahkan waktu untuk memberikan ide jeniusnya:)))

Thanks to: Ed Sheeran for his love song "Photograph" and SO7 for "Yang Terlewatkan".

Remember about: No Pict = Hoax? Enjoys!


Penonton VVIP

"Akhirnya Lulus juga dari Kampus walau Nggak Lulus dari HATINYA..."



CONGRADUATIONS!!








Don't forget to jumped and say YEAY!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar