Ijinkan aku berdamai
dengan waktu, dan tetap mencintaimu dengan caraku.
Kisahku dengan Andrea telah usai.
Ia pergi dengan menorehkan nama di daftar penyesalanku. Kini aku kembali dengan
asa yang baru. Seseorang yang awalnya tak menjadi prioritasku. Seseorang yang
mendatangiku dengan sapa, kemudian pergi dengan tanya.
***
Pagi ini fajar menyapa dengan
riang sampai mata Dewangga terbuka lebar, membuatnya beranjak pergi
meninggalkan tempat tidur setelah merapikannya. Seperti penyesalan pada
umumnya, Dewangga tak ingin melakukannya lagi. Paling tidak untuk kali ini.
Magelang, 06.40
“Bu, hari ini aku mau ke Jogja
ya” ujar Dewangga masih dengan sarapan yang ada di mejanya. “Ya, hati-hati.
Selesaikan dulu sarapanmu” ucap Ibunya lirih. Hari ini Dewangga memiliki janji
dengan seseorang. Tentu bukan Andrea orangnya. Namun siapa orang yang membuat
Dewangga bangun dari tidur paginya, membuatnya bergegas sarapan dan ingin
segera sampai di tempat tujuan?
Sepanjang perjalanan pikirannya
dipenuhi tanya, perasaannya diliputi sesal. “Seandainya aku tahu dari awal”
gumamnya. Bisa-bisanya Dewangga merasa sepi di tengah perjalanan Magelang -
Jogja yang padat merayap.
Stasiun Tugu, 07.20
Dewangga memarkirkan motornya dan
berlari masuk ke dalam ruang tunggu penumpang. Tanpa melihat dulu ponselnya, Ia
mencari sosok yang ingin ditemuinya. Panik, satu hal yang bisa dilakukan
Dewangga setelah Ia tahu 40 menit lagi kereta akan berangkat. “Cari siapa mas?”
ucap lirih seorang gadis membawa dua buah tas besar, membuat Dewangga akhirnya
menoleh di sela kepanikannya. “Rima!! Aku kira kamu sudah di dalam, menunggu
kereta yang akan membawamu” ujar Dewangga terengah-engah. “Aku baru saja datang
kok, 20 menit lagi masuk” ditaruhnya dua tas besar yang daritadi dibawanya.
Keduanya duduk di barisan ruang tunggu penumpang. Badan rasanya lelah, namun
tidak selelah hati mereka.
“Makasih ya mas..” Rima
mengecilkan suaranya, matanya yang indah mengarah lurus ke depan tanpa menoleh
ke arah Dewangga. “Untuk apa?” sahut Dewangga dengan ragu. Pikirnya, Ia tak
pernah memberikan apapun selain kekecewaan. “Telah memenuhi janjimu untuk
mengantarku, maaf merepotkan..” Rima tersenyum, tidak membuat teduh namun rasa
bersalah yang hinggap di hati Dewangga. “Aku pernah merasakan kecewa, pernah
sangat mencintai, dan pernah sangat ingin melupakan. Dan dari semua yang aku
pelajari, kita tidak pernah bisa memaksakan sesuatu jika tak direstui waktu”
ujar Dewangga melihat Rima yang duduk di sebelahnya.
Loving can
hurt, loving can hurt sometimes
But it’s the
only thing that I know
We keep this
love in a photograph
We made
these memories for ourselves
“Dalam hitungan menit aku akan
meninggalkan kota ini, entah untuk sehari...sebulan...setahun...atau
selama-lamanya” ujar gadis ini sedikit terisak. Keduanya terdiam, waktu seakan
berhenti sepersekian detik, kaki rasanya lemas tak berdaya. Sampai suara
panggilan untuk penumpang terdengar seolah membangunkan mereka yang terlanjur
hanyut dalam lamunan masing-masing. “Rima, sebelum kau pergi aku ingin
mengatakan sesuatu. Hal yang mungkin tak ingin kamu dengar sekarang. Aku tau
kau akan pergi, dan perkataanku ini tak bermaksud untuk memberatkanmu. Aku
hanya ingin kamu tau jika hatiku mencintaimu tanpa paksaan. Karenanya aku tak
akan memaksanya untuk melupakanmu. Biarkan Ia melakukannya karena memang sudah
saatnya. Ijinkan aku berdamai dengan waktu, dan tetap mencintaimu dengan
caraku. Rima...maafkan aku yang telah melewatkanmu..”
Jika
berulang kembali
Kau tak akan
terlewati
Segenap hati
kucari
Di mana kau
berada
Mungkin
salahku melewatkanmu
Tak
mencarimu sepenuh hati
Maafkan
aku..
Rima beranjak dari tempat
duduknya, tangannya meraih tas pertama yang akan Ia bawa. Dewangga juga ikut
berdiri ingin membantu. Rima menghela nafas panjang dan mengangkat wajahnya ke
arah lelaki ini, sepertinya ada yang ingin Ia katakan. “Kau tahu? Jauh sebelum
ini, aku telah belajar sesuatu. Belajar untuk menyembuhkan luka dengan melupakan
perasaanku padamu. Maafkan aku yang menyerah dengan waktu...karena yang kutahu,
menunggu tak pernah seasik itu” ujar Rima sambil beranjak meninggalkan
tempatnya berdiri. Dewangga hanya bisa tersenyum haru melepas kepergian gadis
itu. Sepertinya ia menahan sesuatu...sekali tangannya mengusap di sela-sela mata
yang tertutup oleh kacamata yang dipakainya.
“Hal yang ku mengerti sekarang,
aku melakukan hal bodoh dengan membiarkannya mengisi daftar penyesalanku.
Melewatkannya menjadi hal yang mengajariku banyak hal. Setidaknya lensa yang
selalu kubawa tak pernah terlewat untuk mengabadikannya” – Dewangga.
***
Cerpen ini merupakan serial kampret gift untuk Ondi Listyantoko yang telah menyelesaikan kuliahnya dengan selamat, sentosa, dan mengantarkan ke gerbang selanjutnya. Semoga menjadi calon guru yang bebas tikung, dan menjadi teladan untuk murid-muridnya kelak! Chaiyoooo Pak Tondo!! Semoga cepat LULUS dari hatinya!! :P Thanks to Elga Maulina Putri yang bersedia menumpahkan waktu untuk memberikan ide jeniusnya:)))
Thanks to: Ed Sheeran for his love song "Photograph" and SO7 for "Yang Terlewatkan".
Remember about: No Pict = Hoax? Enjoys!
Thanks to: Ed Sheeran for his love song "Photograph" and SO7 for "Yang Terlewatkan".
Remember about: No Pict = Hoax? Enjoys!
Penonton VVIP |
"Akhirnya Lulus juga dari Kampus walau Nggak Lulus dari HATINYA..." |
CONGRADUATIONS!! |
Don't forget to jumped and say YEAY!! |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar