“...terimakasih
telah membangunkan taman bunga di hatiku dan membiarkanku menjadi ratu di
dalamnya.”
Sekarang
mereka sudah bahagia. Orang yang dulu meninggalkanku dan orang yang telah ku abaikan
cintanya. Aku harap kali ini adalah giliranku untuk bahagia... – Elena, 7
November 2013.
Stasiun Lempuyangan, 23 Juni 2014.
“Kota ini selalu menjadi tempat yang
kurindukan... di sinilah aku menemukan dua orang terkampret yang ku kenal..”
gumam Elena disusul dengan senyum simpul dari wajahnya. Perjalanan semalam
benar-benar melelahkan, tapi semua sirna ketika Ia tahu akan bertemu dua
sahabat yang menjadi alasan Ia kembali lagi ke Kota Pelajar ini. “Capek sih,
tapi lebih baik aku jalan kaki saja, rindu ini membuatku ingin menikmati setiap
langkahku di kota ini...”
Sebelum kembali ke Yogyakarta, Elena menjalin
sebuah hubungan manis dengan seorang pria. Lelaki yang ia sebut sebagai “orang
itu” saat Jafran ingin mengutarakan perasaannya. Sudah lebih dari 6 bulan
semenjak kejadian itu, terlebih hal ini tidak diketahui dua sahabatnya. Elena
hanya bercerita lewat pesan singkat mengenai lelaki ini. Ia tahu benar bahwa
dua sahabatnya akan menanyakan perihal hubungannya. Elena telah menyiapkan
segalanya, termasuk hatinya.
TEA meet
up
Ia berhenti sejenak. Bukan lelah, ia hanya
butuh teman. Ia keluarkan handphone dan
earphone dari saku kecil di tasnya.
Kemudian lagu kesukaannya menjadi lagu pertama yang diputar sembari menikmati
setiap keramahan langkah Yogya sore itu.
Maybe I'm so blind or maybe we're the sameBut either way I can't breatheEither way I can't breathe
Orang yang Ia sebut sebagai pangeran, Ia
datang ketika Elena tak sedang mencari. Malaikat yang berwujud manusia yang
dikirim Tuhan ke bumi. Mungkin terlalu berlebihan, tapi inilah yang ia rasakan
selama bersama lelaki ini. Orang-orang berkata bahwa cinta itu buta, tuli.
Terkadang sampai tak menyadari bahwa cinta yang ia miliki bisa membunuh
seseorang perlahan.
“ELENAAAAA!!!!” teriakan lantang dari....
“KALIAAAAN!!” sambut Elena berlari ke arah dua sahabatnya, Dewata dan Aini.
Pelukan hangat yang sudah lama tak mereka rasakan menambah kesempurnaan kota
Yogya saat itu. “Aku pikir datang berdua..” sahut Dewata dengan polos.
Tampaknya raut muka Elena yang memerah kelelahan membuat Aini menyela
pertanyaan Dewata dan segera mengajak mereka menuju tempat biasa mereka
bertemu.
Berjalan kaki, rutinitas yang dulu sering
mereka lakukan bersama. Dengan alasan yang sama, yaitu tak ingin mengkhianati
jiwa backpacker mereka. Lucu memang, sampai sedewasa ini tingkah mereka tak ada
yang berubah. Tak lama kemudian, Elena terdiam. Entah suara musik yang
terlalu kencang atau suara mereka bertiga yang tiba-tiba menghilang. “Kenapa, El? Kamu capek?” Aini melihat Elena yang
tiba-tiba tampak murung. Namun Elena hanya menggeleng dan melanjutkan
langkahnya.
I'm alive but I'm losing all my drive'Cause everything we've been throughIt's everything about you
Langkah demi langkah, akhirnya Elena membuka
suara. “Aku jatuh cinta”. “Hahahaha... bukankah selama ini kamu memang sedang
jatuh cinta?” balas Dewata dengan muka yang terlihat sedang menahan tawa.
Rupanya mood Elena berubah, dari sekian tahun hidupnya baru kali ini wajahnya
terlihat sangat serius. Elena malah melamun, tampaknya pada detik yang sama
seluruh memori tentang malaikatnya muncul di kepalanya, memenuhi seluruh ruang
jiwanya. “Kini aku hidup seperti sepatu
usang yang ditinggalkan oleh kaki yang menuntunku. Mungkin karena terlalu
banyak yang kita lalui bersama, dan semua itu tentangnya...”
Seem to be a lie, a countless, twisted lieThat made me learn to hate youI hate myself for letting it pass by
Dua sahabatnya terus membujuknya untuk berbagi
cerita, sampai keluarlah satu kata dari mulut Elena. Ia meminta maaf. Rupanya
Ia merasa bersalah karena tak sempat menceritakan sosok lelaki itu, bahkan kini
setelah semuanya berlalu. “Apa maksudmu?” tanya Aini lirih. “Aku bisa saja
ingat, namun aku memilih lupa. Setiap langkah yang kulewati hanya akan mengingatkanku
padanya, dan aku ingin semua kenangan itu hilang layaknya jalan yang kuhapus
dengan jejakku. Rasanya aku ingin membencinya namun aku terlalu lemah”.
We're better off this wayWe're better off this way
and It’s
time to say.....
Dewata dan Aini terus bertanya dalam hati,
bukankah orang itu adalah sosok malaikat baginya? Lalu kenapa Elena bisa
sekalut ini ingin melupakannya? “Tahukah kalian? Satu kata yang tak ingin
kudengar dari mulut seseorang setelah terakhir kalinya Hasfi yang mengucapkannya?”
Dewata dan Aini terdiam.
“Elena, kamu tahu bahwa hariku lebih berwarna
semenjak bertemu kamu. Namun atas segala yang pernah kita lewati bersama, aku
harus mengatakan ini.... sepertinya ini saatnya aku mengucapkan selamat
tinggal. Terimakasih telah menjadi putri untukku. Namun kamu pun tau alasanku
pergi.” – kata-kata yang Elena takutkan selama ini akhirnya Ia dengar lagi, dan
kali ini keluar dari mulut Naftian.
“Tidak masalah kamu pergi duluan, aku akan menunggu
sampai ada pertemuan di waktu berikutnya. Sekarang aku dan kamu jalan sendiri
dulu. Sampai ketemu di puncak, ya. Entah di puncak gunung yang sama atau beda,
kita lihat kelak”
Keduanya sepakat untuk berjalan
sendiri-sendiri ke arah yang berbeda. Mereka yakin bahwa perpisahan selalu
memiliki pesan, salah satunya agar mereka menghargai setiap pertemuan.
“Kamu datang saat aku tak sedang mencari. Kini
kau pergi saat aku merasa sudah menemukanmu, terimakasih atas semua hal manis
yang kau lakukan, terimakasih telah membangunkan taman bunga di hatiku dan membiarkanku
menjadi ratu di dalamnya.”
And every, everything isn't only what it seemsSo hope these words that you never told meIt's time to say goodbye, it's time to say goodbyeIt's time to say goodbye, goodbye, goodbye
“Jadi, kau dan Naftian telah berpisah?” “Ya,
begitulah...” “Ini adalah kisahmu, dan kau adalah orang yang paling berhak
menentukan akhir dari semuanya.” Ucap Dewata kepada sahabatnya ini. Elena tahu bahwa Ini memang kisahnya, namun
yang menguasai takdir tetaplah Sang Maha Pencipta.
Begitulah akhir kisah Elena, Jika memang perpisahan dengan malaikat tanpa sayapnya hanya sementara, Ia berharap ditemukan kembali di waktu yang tepat.
(OST: Goodbye by Secondhand Serenade)
#TributeToElga #ElgaMaulinaPutri =) thanks to #Tondo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar